Pernakah
anda berkunjung didesa Argosari, Senduro, Lumajang? Kebanyakan warga baik tua
dan muda, laki-laki dan perempuan, memakai sarung. Itulah kesan yang
tertangkap mata ketika memandang setiap sudut Desa Argosari, Kecamatan Senduro,
Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Mereka adalah bagian dari
masyarakat Suku Tengger.
Motif
sarungnya beragam. Cara menggunakannya pun berbeda-beda. Di beberapa kegiatan
mereka tampak mengalungkan sarung di leher. Di waktu-waktu lainnya, mereka
menggunakan sarung untuk menutup tubuh.
Meski
sudah siang, masyarakat Suku Tengger di Desa Argosari pun masih terlihat
menggunakan sarung.
Pertanyaan mendasar yang muncul di kepala adalah mengapa
Suku Tengger di Desa Argosari selalu menggunakan sarung?
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Argosari,
Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Budiyanto menjelaskan sarung
memiliki makna yang sangat penting bagi masyarakat Suku Tengger. Penggunaan
sarung pun memiliki banyak cara untuk memakai berdasarkan fungsi.
" Sarung ini saya pikir jadi
identitas. Sarung ini jadi harga diri. Sarung ini juga jadi tren," kata
Budiyanto.
Baginya, sarung punya cerita tersendiri di hidupnya.
Sarung seperti salah satu bentuk kebanggaan sebagai Suku Tengger. Bahkan, harga
diri pun jadi taruhannya.
"Saya dulu pertama ada di Tengger ini sempat
berpikir jaket itu sudah mahal harganya. Sudah dipakai ditutup sarung jadi gak
kelihatan jaketnya. Setelah sekolah, pulang saya pakai jaket gak pake
sarung. Kuliah juga jarang masuk, banyak hari-hari santai jadi pulang. Jadi
selama SMA hingga lulus, saya banyak jadi pergunjingan," ungkapnya.
Ia mengaku pernah menjadi bahan pembicaraan di
lingkaran Suku Tengger lantaran tak menggunakan sarung. Menurutnya, hal itu
terjadi lantaran ia telah berhasil melanjutkan di perguruan tinggi.
"Seolah-olah mikir saya malu jadi orang Tengger.
Sehingga saya kuliah itu pakai sarung. Karena saya nandain di kampus itu ada
orang Tengger. Sampai sekarang saya gak pakai sarung itu sungkan. Padahal gak
dingin. Kalau cuaca mendung atau kabut kita memang gunakan sarung sesuai
fungsi," ujarnya.
Penggunaan sarung oleh Suku Tengger sendiri
memiliki ragam variasi tersendiri. Penggunaan tersebut berdasarkan aktivitas
dan jenis kelamin.
"Ada yang namanya bentuk Lampin. Itu dipakai
seorang lelaki ketika bekerja keras. Kemudian ada jenis bekerja tapi
mengandalkan keberanian atau keamanan. Sarungnya sama tapi makna beda. Ada
untuk waktu santai. Misalnya sudah pulang kerja dan di rumah. Ada yang
aktivitas yang tak terlalu berat. Ada yang bentuknya melindungi kabut yang
turun ke punggung," jelas Budiyanto.
Penggunaan sarung oleh perempuan Suku Tengger juga
memiliki penandaan status. Ada yang menandakan perempuan lajang, menikah, juga
janda.
"Perempuan ada seperti digunakan di kiri dan
kanan bahu. Kekaweng simpulnya. Ada biasa dipakai perempuan yang sudah
berkeluarga. Ada yang simpul di kanan, dipakai perempuan yang belum menikah
tapi sudah punya pacar," ujarnya.
Penggunaan sarung oleh suku Tengger saat ini terus digunakan baik pada
aktivitas sehari-hari maupun upacara adat. Menurutnya, bila seorang suku
Tengger tak menggunakan sarung maka akan menjadi bahan pergunjingan.
"Dulu penggunaan sarung lebih ke fungsi. Tak ada
aturan itu yang melarang gak pakai sarung. Keluar wilayah Tengger gak
pake sarung gak apa-apa. Seperti kebiasaan merokok, tak merokok tak
enak. Saya pun sama. Ketika kemana-mana gak pake sarung, itu kelihatan gak
pantas. Kalau pakai sarung kan bisa gaya macam-macam. Seperti pelampiasan
saja," jawabnya sambil tertawa dan mencontohkan memakai sarung.
"Sampai sekarang akhirnya adat bikin peraturan
yang tak tertulis kalau ada acara adat itu wajib pakai ikat kepala dan sarung
itu sudah. Kalau gak pakai sarung tetep diperbincangkan," tambah
Budiyanto.
Budaya memakai sarung ini sendiri ada sejak Suku
Tengger hadir. Budiyanto mengatakan zaman dahulu bukan sarung yang digunakan
oleh Suku Tengger melainkan hanya kain.
Saat ini, budaya memakai sarung tetap dilestarikan di
Desa Argosari. Salah satunya dengan cara mengajarkan kebiasaan menggunakan
sarung.
"Misalnya punya anak, otomatis saya belikan
sarung walaupun masih kecil. Sampai saya pesan ukuran yang kecil. Jadi gak
melalui kata-kata mengajarkan memakai sarung. Lewat kebiasaan langsung,"
ujarnya.
Desa Argosari sendiri adalah salah satu tempat tinggal
masyarakat Suku Tengger.
SALAM KOMPAK KOTA PISANG, salam gedang saklirang
terimakasih
0 comments:
Post a Comment
terima kasih telah berkunjung di blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan