Nama Lumajang
berasal dari "Lamajang" yang diketahui dari penelusuran sejarah, data
prasasti, naskah-naskah kuno, bukti-bukti petilasan dan hasil kajian pada
beberapa seminar dalam rangka menetapkan hari jadinya.
Sejarah Lumajang kemungkinan mulai
tercatat pada abad ke-12, ketika Lumajang telah dianggap sebagai tempat yang
cukup penting semenjak tahun 1182 M.
Beberapa bukti
peninggalan yang ada antara lain:
1. Prasasti Mula Malurung
2. Naskah Negara Kertagama
3. Kitab Pararaton
4. Kidung Harsa Wijaya
5. Kitab Pujangga
6. Serat Babad Tanah Jawi
7. Serat Kanda
Karena Prasasti
Mula Malurung di nyatakan sebagai prasasti tertua dan pernah menyebut-nyebut
"Negara Lamajang" maka dianggap sebagai titik tolak pertimbangan hari
jadi Lumajang.
Prasasti Mula
Malurung ini ditemukan pada tahun 1975 di Kediri. Prasasti ini ditemukan
berangka tahun 1977 Saka, mempunyai 12 lempengan tembaga . Pada lempengan VII
halaman a baris 1—3 prasasti Mula Malurung menyebutkan "Sira Nararyya
Sminingrat, pinralista juru Lamajang pinasangaken jagat palaku, ngkaneng nagara
Lamajang" yang artinya: Dia Nararyya Sminingrat (Wisnuwardhana)
ditetapkan menjadi juru di Lamajang diangkat menjadi pelindung dunia di Negara
Lamajang tahun 1177 Saka pada Prasasti tersebut setelah diadakan penelitian /
penghitungan kalender kuno maka ditemukan dalam tahun Jawa pada tanggal 14
Dulkaidah 1165 atau tanggal 15 Desember 1255 M.
Mengingat
keberadaan Negara Lamajang sudah cukup meyakinkan bahwa 1255M itu Lamajang
sudah merupakan sebuah negara berpenduduk, mempunyai wilayah, mempunyai raja
(pemimpin) dan pemerintahan yang teratur, maka ditetapkanlah tanggal 15
Desember 1255 M sebagai hari jadi Lumajang yang dituangkan dalam Keputusan
Bupati Kepala Daerah Tingkat II Lumajang Nomor 414 Tahun 1990 tanggal 20
Oktober 1990
Sejarah Raja
Lumajang /
Lamajang Tigang Juru
menurut Kidung Harsawijaya, sesuai dengan
"Perjanjian Sumenep" tepatnya pada 10 Nopember 1293 Masehi, Raden
Wijaya diangkat menjadi raja Majapahit yang wilayahnya meliputi wilayah-wilaah
Malang (bekas kerajaan Singosari), Pasuruan, dan wilayah-wilayah di bagian
barat sedangkan di wilayah timur berdiri kerajaan Lamajang Tigang Juru yang
dipimpin oleh Arya Wiraraja yang kemudian dalam dongeng rakyat Lumajang disebut
sebagai Prabu Menak Koncar I.
Kerajaan Lamajang Tigang Juru ini sendiri
menguasai wilayah seperti Madura, Lamajang, Patukangan atau Panarukan dan
Blambangan. Dari pembagian bekas kerajaan Singosari ini kemudian kita mengenal
adanya 2 budaya yang berbeda di Provinsi Jawa Timur, dimana bekas kerajaan
Majapahit dikenal mempunyai budaya Mataraman, sedang bekas wilayah kerajaan
Lamajang Tigang Juru dikenal dengan "budaya Pendalungan (campuran Jawa dan
Madura)" yang berada di kawasan Tapal Kuda sekarang ini.
Prabu Menak Koncar I (Arya Wiraraja)ini
berkuasa dari tahun 1293- 1316 Masehi. Sepeninggal Prabu Menak Koncar I (Arya
Wiraraja), salah seorang penerusnya yaiti Mpu Nambi diserang oleh Majapahit
yang menyebabkan Lamajang Tigang Juru jatuh dan gugurnya Mpu Nambi yang juga
merupakan patih di Majapahit. Babad Pararaton menceritakan kejatuhan Lamajang
pada tahun saka "Naganahut-wulan" (Naga mengigit bulan) dan dalam
Babad Negara Kertagama disebutkan tahun "Muktigunapaksarupa" yang
keduanya menujukkan angka tahun 1238 Saka atau 1316 Masehi. Jatuhnya Lamajang
ini kemudian membuat kota-kota pelabuhannya seperti Sadeng dan Patukangan
melakukan perlawanan yang kemudian dikenal sebagai "Pasadeng" atau perang
sadeng dan ketha pada tahun 1331 masehi.
Ketika Hayam Wuruk melakukan perjalanan
keliling daerah Lamajang pada tahun 1359 Masehi tidak berani singgah di bekas
ibu kota Arnon (Situs Biting). Malah perlawanan daerah timur kembali bergolak
ketika adanya perpecahan Majapahit menjadi barat dan timur dengan adanya
"Perang Paregreg" pada tahun 1401-1406 Masehi. Perlawanan masyarakat
Lamajang kembali bergolak ketika Babad Tanah Jawi menceritakan Sultan Agung
merebut benteng Renong (dalam hal ini Arnon atau Kutorenon) melalui Tumenggung
Sura Tani sekitar tahun 1617 Masehi. Kemudian ketika anak-anak Untung Suropati
terdesak dari Pasuruan, sekali perlawanan dialihkan dari kawasan Arnon atau
Situs Biting Lumajang.
Wedono, Patih Afdeeling dan Bupati yang
pernah dan sedang memimpin Lumajang antara lain:
I. Jaman Pemerintahan Wedono
1. Raden Mas Singowigoeno, Wedono Distrik
Loemadjang ( 1882 - 1886 )
II. Jaman Pemerintahan Patih Afdeeling
2. Raden Panji Atmo Kusumo, Patih
Afdeeling Loemadjang ( 1886 - 1890 )
3. Raden Mas Singowigoeno, Patih
Zelfstandig Afdeeling Loemadjang ( 1890 -1920 )
4. RT Kertodirejo, Patih Afdeeling
Loemadjang ( 1921- 1928 )
III. Jaman Pemerintahan Bupati, tahun 1929 adalah
perlalihan dari Daerah Afdeeling ke Kabupaten.
5. RT Kertodirejo ( 1928- 1941 )
6. R. Abu Bakar (1941 - 1948 )
7. R. Sastrodikoro (1948 - 1959 )
8. R. Sukardjono (1959 - 1966 )
9. RN.G. Subowo (1966 - 1973 )
10. Suwandi (1973 - 1983 )
11. Karsid (1983 - 1988 )
12. H.M. Samsi Ridwan ( 1988 - 1993)
13. Tarmin Hariyadi ( 1993 - 1998 )
14. Drs. Achmad Fauzi ( 1998 - 2008 )
15. Dr. H. Sjahrazad Masdar, MA ( 2008 -
2013 )
Pustaka Sejarah
Mansur Hidayat,
Sejarah Lumajang: Melacak Ketokohan Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru.
Denpasar: Cakra Press, 2012.
Mansur Hidayat,
Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru: Menafsir Ulang Sejarah Majapahit Timur.
Denpasar: Pustaka Larasan, 2013.
SALAM KOMPAK KOTA PISANG, salam gedang
saklirang.
terimakasih.
terimakasih.
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kabupaten_Lumajang
0 comments:
Post a Comment
terima kasih telah berkunjung di blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan